Awal Cerita: Dari Ilusi Penemuan ke Fakta Mengejutkan
GDP, perempuan usia 24 tahun, menciptakan kebingungan akibat tindakan ekstrem—dia berpura-pura menemukan janin bayi, padahal janin itu berasal dari kandungannya sendiri. Dia mengaku melihat kantong hitam berisi janin di samping jemuran di rumah orang tuanya. Orang tua langsung terkejut dan sang ibu merasa iba. Namun, polisi segera curiga terhadap cerita itu. Hasil olah TKP dan interogasi akhirnya mengungkap bahwa GDPlah yang membuang janin tersebut karena dia sendiri yang mengaborsi kandungannya.

Aksi Aborsi Itu Terungkap
GDP melakukan aborsi pada Senin malam, 25 Agustus 2025 sekitar pukul 18.30 Wita, dengan mengonsumsi tiga pil penggugur kandungan sekaligus. Setelah itu, dia menyembunyikan janin di kantong plastik dan meletakkannya di dekat jemuran—lokasi yang dia ceritakan kepada ibunya seolah-olah ditemukan secara tak sengaja.
Polisi Ambil Langkah Cepat
Polisi bergerak cepat setelah menerima laporan dari ibu GDP. Mereka mengumpulkan bukti dan memanggil GDP ke kantor polisi. Polisi tetap sungguh-sungguh memeriksa hasil TKP dan menggali kecurigaan yang muncul. Akhirnya, saat interogasi lebih lanjut, GDP mengaku bahwa janin itu hasil kehamilannya sendiri. Polisi lalu menitipkannya di UPTD Dinas terkait—khususnya Perlindungan Perempuan dan Anak di NTB—for tindakan lebih lanjut.
Motif Pura-pura Temukan: Rasa Takut dan Malu
GDP tampaknya bertindak demikian karena rasa takut ketahuan oleh keluarga, khususnya orang tua. Dia mencoba menciptakan narasi penemuan janin agar bisa mengalihkan perhatian. Namun, setelah penyelidikan mendalam, motif itu terbuka lebar dan justru mengungkap perbuatan yang ia lakukan sendiri. Narasi dramatis itu akhirnya runtuh di hadapan penyelidikan fakta.
Reaksi Keluarga: Campuran Kaget, Sedih, dan Marah
Saat cerita mulai terbuka, keluarga GDP pun merasakan perasaan campur aduk. Mereka sempat terpukul dan bingung setelah mengetahui bahwa GDP berbohong selama ini. Sementara itu, polisi memindahkannya ke unit perlindungan untuk ditangani. Kesedihan dan rasa bersalah tampak menyesaki keluarga, khususnya ibunya, saat fakta sebenarnya terkuak. Meski detik-detik itu menyakitkan, tetapi mereka tetap menyerahkan proses hukum kepada pihak berwenang.
Penanganan Hukum: Polisi Terus Selidiki dan Lindungi Korban
Polisi mengarah kasus ini ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Mereka menindaklanjuti sesuai hukum, memeriksa apakah GDP melanggar UU tentang kesehatan reproduksi atau pidana terkait pembuangan janin. Selain itu, GPDP juga dirujuk ke dinas perlindungan untuk mendapat pendampingan psikologis dan sosial selama proses hukum berjalan. Langkah ini penting agar ia mendapatkan perlindungan dan pertimbangan hukum yang adil.
Dampak Sosial: Belajar dari Kejadian Nyata
Kejadian ini memicu diskusi penting tentang kehamilan tak terencana, stigma sosial, dan pilihan aborsi. Banyak pihak menyayangkan tindakan GDP, tetapi sebagian lain mengungkap bahwa kebutuhan pendampingan psikologis dan edukasi kesehatan reproduksi masih minim di masyarakat. Kondisi ini jadi pengingat: kita perlu memperkuat akses informasi bagi perempuan tentang hak-hak mereka—terutama dalam situasi genting seperti kehamilan di luar pernikahan atau aborsi.
Kesimpulan: Fakta Mengejutkan, Pelajaran Nyata
Kasus GDP di Mataram membuka tabir bagaimana tekanan sosial bisa mendorong tindakan ekstrem dan narasi palsu. Dia memilih pura-pura menemukan janin untuk menutupi kehamilan dan aborsi, namun tindakan itu akhirnya terbongkar melalui penyelidikan polisi dan pengungkapan fakta. Polisi membawa dia ke unit perlindungan, sedangkan keluarga merasakan konflik batin mendalam. Kejadian ini bukan sekadar soal tindakan kriminal, tapi panggilan serius: masyarakat, pendidikan kesehatan, layanan psikologis, dan sistem hukum harus bekerja bersama untuk mencegah tragedi serupa.
Baca Juga : Melly Mike dan Dikha Bocah Pacu Jalur Siap Guncang Dunia: Salam Kayuah